Menemukanmu di Senja Yaman
“Hello...EGP gitu!!“ teriak Zahira menggemparkan kamar mandi kelas XII.
“What’s wrong, guys?“ sahut Fatiha dari dalam kamar mandi.
“Itu-tuh,Gus Afif ngajak ribut melulu!” sela Nida.
“Internet jejaring sosial nggak boleh, bawa majalah nggak boleh, dengerin musik nggak boleh, emang dia pikir kita nggak butuh refreshing apa? Jenuh tau!” tambah Zahira dengan lantang.
“Iyanih, Gus kayak nggak pernah muda aja!” sahut A’yun sambil mengibaskan pakaiannya.
Suasana kamar mandi semakin panas. Para santri meluapkan kekesalannya kepada Gus Afif. Terutama Zahira yang sangat jengkel kepada Gus Afif.
“Ojongunu,rek. Kita di sini bukan hanya untuk bersenang-senang saja. Kita di sini juga belajar tentang arti kehidupan yang sesungguhnya. Belajar bersyukur meskipun tak tercukupi, bersabar meskipun terbebani, belajar memahami meskipun tak sehati, belajar setia meskipun tergoda, belajar ikhlas meskipun tak rela dan belajar ta’at meskipun berat” jelas Lailatul panjang lebar kemudian.
Santri kelas XII pun mendengarkan penjelasan Lailatul dengan seksama. Lalu, mereka mulai belajar untuk menghargai satu sama lain dan belajar tentang kehidupan didunia yang fana ini.
*****************
“Gus,ini Gus, Zahiranya...” teriak santri kelas XII di depan dapur.
Teman-teman Zahira sangat tahu kalau Zahira tidak suka dipasang-pasangkan dengan Gus Afif. Akan tetapi, Gus Afif menampakkan ada keistimewaan tersendiri untuk Zahira dan mengganggu Zahira merupakan suatu kewajiban baginya.
“Zahira...Zahira...” panggil Gus Afif dengan nada menggoda.
Teman-teman Zahira spontan heboh karena GusAfif menggoda Zahira.
“Zahira ini super istimewa” tambah Gus Afif.
Gus Afif benar-benar mengagumi kepribadian Zahira yang PD, kuat, ceria dan lainnya. Setelah KBM usai, Zahira melaksanakan piket harian di pondoknya. Ia bertugas untuk mengepel samping kamar mandi bawah tangga.
“Uh,tinggal sedikit lagi...” ucap Zahira.
Lalu, Zahira menuju kamar mandi untukmengganti air yang sudah keruh. Tak lama kemudian, Gus Afif akan naik menuju perpustakaan. Tanpa disengaja, sandal beliau terbawa ke atas lantai saat beliau melepas sandalnya dan mengotori lantai yang usai dipel Zahira. Selang beberapa menit kemudian, Zahira keluar dari kamar mandi dan terkejut melihat lantai yang kotor beserta cap kaki yang menempel di atas lantai. Ia pun menengok ke atas, namun ia tak menemukan seorangpun di atas sana.
“Ih, susah-susah ngepel, malah ada yang ngotorin. Nggak tahu orang capek apa!” gerutu Zahira kesal.
“Awas ya, tunggu aja pembalasannya!” batin Zahira.
Dipandangnya sandal yang tergeletak innocence di atas lantai. Dipungut dan segera disembunyikannya sandal tersebut ke dalam kotak olahraga di bawah tangga. Ia pun bergegas menyelesaikan tugasnya dan segera beranjak meninggalkan tempat itu.
20 menit kemudian, Gus Afif turun dari lantai atas. Ditengoknya sekitar koridor kelas dan dicarinya sandal kesayangannya. Namun, tak muncul jua sandal yang beliau cari.
“Eh, Nduk. Lihat sandal selop cokelat saya disini, nggak?” tanya Gus Afif kepada segerombol santri kelas IX di depan kelas.
“Sepertinya tadi dibawa Mbak Zahira, Gus” jawab salah seorang dari mereka.
“Mana Zahira sekarang?” tanya Gus Afif lagi.
“Gus, Pipit jealous, soalnya Guscari Mbak Zahira. Pipit juga minta dicari, Gus. Masa’ perhatiannya cuma ke MbakZahira saja” celetuk Ayu yang duduk di samping Pipit.
Gus Afif hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian beranjak dan memakai sandal Joger ala pesantren. Santri-santri yang melihatnya tak kuat menahan tawa karena sandal yang beliau kenakan.
Keesokan harinya Gus Afif memanggil Zahira untuk menghadapnya.
“Zahira,sini kamu!” panggil Gus Afif.
Zahira dan temannya segera menghampiri beliau.
“Gus itu dari kemarin gangguin saya mulu! Ngefans ya sama saya!” ucap Zahira kePeDean.
“Ngefans-ngefans! Kamu bawa kemana sandal saya?” tanya Gus Afif.
“Sandal? Mana bisa saya bawa! Saya saja ndak tahu sandal njenengan!” jawab Zahira enteng.
“Kalau ngefans, nggak gitu-gitu juga kale...” sahut kelas IX di depan dapur.
“Sekarang juga, kamu berdiri menghadap kiblat di halaman belakang!” perintah Gus Afif.
Zahira pun berdiri menghadap kiblat di tengah lapangan tanpa tahu akan kesalahannya.
Sore hari pun tiba, Gus Afif menuju gedung belakang. Dilihatnya Zahira masih berdiri di halaman.
“Astaghfirullah!!” Gus Afif terperanjak kaget.
Beliau pun meminta salah satu santri yang ada di tempat itu untuk membeli 2 gelas jus apukat yang akan diberikan kepada Zahira. Setibanya santri bernama Fatiha dengan membawa 2 gelas jus apukat tersebut, beliau menyuruh Zahira untuk duduk dan meminumnya. Tapi Zahira tak menghiraukan perintah beliau dan beranjak pergi menuju pondok. Teman-teman Zahira heran akan hukuman yang diberikan Gus Afif kepada Zahira tanpa sebab yang jelas.
****************
Semenjak kejadian itu, Gus Afif semakin memberi perhatian yang lebih kepada Zahira. Namun, Zahira tidak pernah mengerti dan menghiraukannya.
Lama-kelamaan perlakuan Gus Afif mampu meluluhkan hati Zahira. Zahira yang dulu benar-benar alergi dengan Gus Afif kini pupus sudah. Ia rela untuk mengikuti berbagai lomba ala pesantren agar dapat dekat dengannya. Segera Zahira mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba baca kitab tingkat pesantren se-Jawa Timur. Pada saat itu, Gus Afif sendiriyang memberikan bimbel khusus kepada santri yang mengikuti ajang tersebut. Setiap hari tak satu pun sholat berjama’ah yang hilang darinya agar ia dapat melihat sosok Gus Afif yang menjadi imam di pondoknya.
Respon yang diberikan Zahira berubah drastis. Harapan Gus Afif semakin besar. Sore itu setelah pelajaran diniyah usai, diungkapkannya perasaan Gus Afif yang dipendamnya sejak ia kelas II di MAN 1, tempat sekolah aliyahnya dahulu. Pada saat itu, Zahira masih kelas 3 MTsN 1 dan tinggal di sebuah asrama putri sekolah tersebut yang kemudian melanjutkan tholabul ilmi di pondok Gus Afif mulai aliyah.
“Mungkin kamu nggak percaya bahwa saya telah memperhatikan kamu sejak kamu tinggal diasrama itu. Ya, saat itu saya masih belum siap dan terlalu konyol untukmenyatakan perasaan ini karena sebelumnya saya menganggap perasaan ini hanyalah perasaan yang hinggap sesaat... “ diceritakanlah panjang lebar kronologis perasaannya kepada Zahira. Zahira hanya tersenyum mendengar pengakuan Gus Afif.
Gus Afif adalah sosok penyemangat baru bagi Zahira. Gus Afif benar-benar memahami Zahira dan menjadikan Zahira seseorang yang paling bahagia di dunia yang fana ini.
***************
“Eh, tahu nggak? Gus Afif dijodohkan sama seorang Ning sebuah pondok di Pasuruan, lho!!” celetuk Elda membawa kabar tersebut kepadateman-temannya.
“Yang bener kamu, Da?” tanya Rahmania terkejut heboh.
“Gak percaya? Ya udah. Terserah...” jawab Elda dan kemudian melanjutkan perbincangannya dengan teman-teman yang lain.
Kabar tersebut menggemparkan seluruh isi pondok pesantren. Terutama fans-fans beliau yang bejibun di pondok pesantren putri itu. Tak mengherankan jika beliau mempunyai fans yang tak kalah dengan artis-artis Korea. Beliau sosok pemuda tampan, gaul, berwawasan luas, intelektual, aktif, alim pula layaknya Salman Al-Farisi di masa Rasulullah.
Kabar itu sampai juga ke telinga Zahira. Pupus sudah harapan Zahira. Segera ia menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu. Ditenangkan hati dan pikirannya dalam lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Hingga pada akhirnya, hati dan pikirannya lebih tenang. Segera ia beranjak untuk membersihkan diri dan bersiap untuk mengikuti kegiatan pondok.
***************
Di depan dapur, tampak seorang laki-laki bertubuh jangkung, berkoko, bersarung dan berkopyah duduk santai memandangi gedung sekolah dan pondok. Sesekali memainkan handphone yang digenggamnya yang tak lain adalah Gus Afif. Segera Zahira menghampirinya bersama Indah.
“Assalamu’alaikum... Gus, sebelumnya sayaminta maaf. Saya telah mendengar mengenai perjodohan itu.” jelas Zahira.
Gus Afif termenung sejenak.
“Ra, saya tidak menginginkan perjodohan itu.”terang Gus Afif.
“Mungkin itu memang yang terbaik untuk kitasemua...” ungkap Zahira.
Indah yang ada di dapur kebingungan atas tindakan Zahira. Ia tak tahu menahu tentang masalah Zahira dan Gus Afif.
“Maaf, Ra. Saya benar-benar tidak tahu. Sayajuga tidak berkehendak, sebisa mungkin saya akan menolaknya..” terang Gus Afif.
Zahira hanya diam dan mengangkat kakinya meninggalkan Gus Afif. Gus Afif termenung, tenggelam dalam pikirannya.
*****************
Sejak saat itu, Zahira tak pernah menyapa ataupun menggubris Gus Afif lagi. Gus Afif benar-benar merindukan sosok manis Zahira yang selalu mengisi ruang dalam hatinya itu.
Tiba saatnya malam perpisahan yang biasa disebut “ Lailatul Muwadda’ah “. Kali ini Zahira dan teman-temannya tampak asing bagi penghuni pondok pesantren itu. Dengan gaun dan hijab yang dikenakannya serta polesan wajahnya menjadikan para kaum adam terpesona akan kecantikannya.
Zahira berjalan menuju area pondok. Tiba-tibadari belakang, seseorang menarik lengan bajunya.
“Ra, ada yang perlu dibicarakan..”
“Maaf, Gus. Sekarang saya buru-buru..” jelas Zahira dan segera pergi menuju area kamar.
Gus Afif hanya bisa memandangnya dari kejauhan. Setelah malam itu, Zahira tak pernah lagi memberikan kabar kepada Gus Afif.
******************
3 tahun kemudian
Senja di Kota Yaman membawa Gus Afif beranjak dari perpustakaan dan melangkah ke masjid terdekat. Dipandanginya langit sore itu, mengingatkannya pada tanah air dan pondok tempat cintanya bersemi. Segera diambilnya air wudhu dan melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Usai sholat, Gus Afif keluar masjid dan beranjak untuk kembali ke apartemennya. Beberapalangkah telah ia tapakkan. Tiba-tiba dilihatnya sosok yang tak asing dalam hidupnya keluar dari masjid bersama beberapa wanita. Akan tetapi, Gus Afif tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Rasa penasaran terus menghantuinya. Sampai beberapa kali ia menuju ke masjid itu untuk menemukan orang yang ia cari.
“Ya, ini yang terakhir!” tekad Gus Afif.
Saat ia beranjak dari koridor masjid. Dilihatnya sosok yang ia cari. Gus Afif membuntuti sosok berbalut hijab putih itu hingga sosok itu masuk ke dalam sebuah apartemen di dekat masjid itu.Selama beberapa hari, Gus Afif mengintai dan berusaha mencari informasi tentang sosok berhijab putih tersebut. Setelah dua bulan, diperolehnya informasi tentangnya.
“Ya, itu benar-benar Zahira, Nia Zahira. Seorang mahasiswa jurusan sastra arab di sebuah unversitas kota Yaman” gumam Gus Afif.
Keesokan harinya, menjelang maghrib. Zahira terkejut melihat seseorang yang ia kenal menghampirinya. Ia pikir itu hanyalah bayangan semu belaka. Namun itu bukan sekedar bayangan. Tiba-tiba seseorang yang tak lain adalah Gus Afif berhenti di hadapannya dan mengajak Zahira untuk bertemu dengannya usai sholat maghrib. Setelah sholat, Gus Afif menemui Zahiradi taman masjid.
“Ra, sepertinya takdirlah yang mempertemukan kita. Saya memutuskan untuk meneruskan studi S-2 saya di sini setelah pembatalan perjodohan itu. Abi-ummi telah membebaskan saya untuk memilih sendiri orang yang akan menjadi pendamping hidupku. Dan saya tidak tahu jika kamu juga berada di sini” ucap Gus Afif mengawali pembicaraan.
Zahira hanya terdiam dengan seksama mendengar penjelasan Gus Afif. Sebenarnya dari lubuk hatinya yang terdalam, Zahira masih menyimpan perasaannya. Hanya saja ia tidak ingin kecewa dengan perasaan yang telah dimilikinya sejak beberapa tahun silam.
“Ra, saya tahu kalau saya salah. Tapi, Al-insanmakaanul khoto’ wan nisyaan. Tentunya kamu tahu itu juga, kan?selama ini, tak satupun wanita yang mampu menggantikanmu dalamhatiku. Mungkin saat ini kamu telah memiliki seseorang yang telah menemanimu untuk menjadi pendamping hidupmu. Kamu tentu bisa memilih mana yang terbaik bagimu dan masa depanmu. Dan saya tidak memaksamu untuk memilih manusia tak sempurna sepertiku” lanjut Gus Afif panjang lebar.
“Begitupun denganku, Gus. Tak seorang pun yang mampu mengisi ruang dalam hatiku selain njenengan…” batin Zahira dalam hati mendengar penuturan Gus Afif dalam langit kemerah-merahan yang mulai menghilang dan berganti dengan cahaya Sang Rembulan untuk menerangi malam yang mulai larut di Yaman ini. Adzan isya’ pun mulai berkumandang. Sangat merdu dan menyejukkan 2 jiwa yang sedang terjatuh dalam lautan kerinduan yang paling dalam.
“Adzan sudah berkumandang, Gus. Mari kita sholat dahulu lalu kita lanjutkan lagi nanti” ucap Zahira mengakhiri perbincangan ini.
“Baiklah, mari kita sholat dan saya akan berdo’a untuk kebaikan kita bersama. Semoga kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, Ra” tutup Gus Afif dan beranjak menuju masjid untuk mendirikan sholat. Begitu pula dengan Zahira. Ia segera meninggalkan tempat itu dan pergi menuju Masjid Agung ini.
Sosok seorang Gus Afif terus membayangi Zahira dan benar-benar mengusik pikirannya. Ia terus berusaha untuk khusyu’ dalam bermunajat kepada Sang Khaliq. Dalam do’anya ia menangis terharu karena Sang Rabb telah mempertemukannya kembali dengan Hubb-nya. Ia berdo’a agar Allah SWT dapat menyatukan kembali hatinya.
“Ya Allah, jadikanlah ia seseorang yang Engkau ridhoi untuk menjadi pendamping hidupku dan mampu membimbingku menuju surga-Mu. Aminn..” ucap Zahira dalam do’a penutup sholatnya.
Seusai sholat, ia melihat Gus Afif telah menunggunya di serambi masjid. Zahira pun segera menghampirinya. Gus Afif bertekad untuk mengungkapkan keinginannya yang sebenarnya. Dengan keyakinan yang kuat dan diiringi dengan niat untuk mencari ridho Allah SWT, ia meminta Zahira untuk menjadi pendamping hidupnya.
Zahira berpikir sejenak. Sementara Gus Afif menunggu dengan setia setiap kata yang akan dilontarkan Zahira. Beberapa detik kemudian Zahira memantapkan jawaban dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia pun menghembuskan napas.
“Bismillahirrahmanirrahiim...” ucap Zahira dalam hati.
“Insya Allah. Semoga ini menjadi yang terbaik bagi kita dan mendapat ridho dari Allah SWT. Aminn…” jawab Zahira dan mengangguk malu-malu.
Gus Afif berjanji akan segera membawa Zahira pulang usai keduanya menyelesaikan pendidikan mereka untuk segera menikah ditanah air Indonesia.
Komentar
Posting Komentar